Studium General: MEA dan Peran Perguruan Tinggi

Kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan merubah kawasan ASEAN menjadi pasar terbuka dan kesatuan yang berbasis produksi; serta mobilitas arus barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja akan bergerak bebas. Terdapat empat pilar Masyarakat Ekonomi ASEAN yaitu kawasan ekonomi berdaya saing tinggi, pertumbuhan ekonomi yang merata, integrasi ke perekonomian global dan pilar terakhir adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi melalui barang dan jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil.

 Salah satu faktor penting dalam menghadapi MEA adalah mempersiapkan tenaga kerja terampil yang memiliki kemampuan yang dapat disetarakan dengan negara lain. Mahasiswa adalah salah satu calon tenaga kerja terdidik yang harus memiliki kemampuan dan sudah pasti harus memahami diri untuk bersiap menghadapi persaingan di MEA. Peran perguruan tinggi sangat strategis untuk melahirkan lulusan dengan kualitas baik, kompetensi global serta mampu bersaing di level ASEAN hingga dunia.

Sebagai respon terhadap isu-isu strategis MEA dan peran perguruan tinggi, Program Pascasarjana STAIN Pekalongan mengangkat tema “Implementasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” dalam stadium general semester genap tahun 2015/2016. Acara tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu, 5 Maret 2016 dengan menghadirkan Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. selaku pembicara acara yang sekaligus dikemas sebagai seminar nasional. Arahan dan pengalaman beliau selaku direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama menjadi bekal mahasiswa dalam membekali diri, serta menjadi pertimbangan institusi dalam mengambil kebijakan strategis akademik.

Dr. Ade Dedi Rohayana, M.Ag. dalam sambutannya sebagai ketua STAIN Pekalongan menyampaikan, bahwa untuk berkompetensi di dalam masyarakat profesional kemampuan hard skills dan soft skills adalah hal yang niscaya. Hard skills adalah hal yang sudah pasti harus dimiliki sesuai kompetensi pendidikan, seorang sarjana pendidikan agama Islam harus mengerti ilmu teoritis dan praktis sebagai seorang guru pendidikan agama islam, baik teori, metode, media pembelajaran hingga pengembangan keilmuannya. Namun secara soft skills, dia juga harus memiliki kemampuan multiguna diluar kompetensi utama sebagai seorang pendidik; seperti kemampuan IT, bahasa hingga pengetahuan sosial budaya. Kemampuan yang sering dianggap sebagai pendukung, sekarang justru menjadi faktor penentu keberhasilan seorang individu baik di dalam kehidupan bermasyarakat maupun dunia kerja.

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. dalam pemaparannya menyampaikan; kemampuan intelektual akademik juga harus memenuhi standar dan diakui sesuai standar kualifikasinya. Tanpa adanya pengakuan, meski memiliki kemampuan yang sangat mumpuni hingga tingkat ahli sekalipun maka tidak berarti secara administratif. Demikian juga bagi suatu institusi, tanpa adanya standarisasi kompetensi lulusan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan dunia profesional, maka seluruh aktivitas akademik menjadi sia-sia. Inilah perlunya perencanaan dan pengembangan sebuah institusi mengikuti berbagai arah kebutuhan masyarakat sebagai users dan kebijakan pemerintah sebagai acuan standar kompetensi.

Institusi pendidikan juga harus berperan aktif dalam menfasilitasi berbagai kebutuhan mahasiswa untuk meningkatkan kemampun soft skills. Disinilah peran sebuah lembaga pendidikan menjadi sangat penting dalam meningkatkan grade kompetensi lulusan. Selain tentunya dengan menghadirkan layanan akademik yang prima terkait; dosen, kurikulum, tata kelola (governance), penelitian dan publikasi (research and publication), serta sarana prasarana. Bahkan perlu suatu institusi pendidikan memiliki dana abadi sebagai bagian dari dana pengembangan yang bersifat taktis. Kemudian beliau menutup sesi dialog dengan mengingatkan kembali bahwa keberhasilan pendidikan lebih bertumpu kepada semangat tiap individu untuk mengembangkan ilmu dengan dilandasi kesadaran nilai-nilai substantif universal, bukan hanya karena dan untuk materi.